JacobJacob Ereste :
Antara Prestasi dan Prasasti Hingga Laku Spiritual dan Kuliner Malam Untuk Jakarta Agar Menjadi Kota Bisnis Internadional
m
Kebesaran seorang pemimpin pada jaman now memang harus ditandai oleh prasasti bukan lagi prestasi yang tidak nyata manfaatnya bagi masyarakat. Demikian ungkap Joyo Yudhantoro saat mengawali acara diskusi rutin setiap Kamis – Senin di Sekretariat GMRI (Gerakan Rekonsiliasi Indonesia) Jl. Ir.H. Juanda No. 4 A Jakarta Pusat, 14 November 2024. Menyusul kemudian Prof. Yudhie Haryono dan Herman Medan, sehingga diskusi semakin melebar dan meluas hingga terkesan meliputi delapan penjuru angin.
Topik tentang prasasti tersaanding dengan ptestasi telah menjadi pilihan dari kegandrungan serta kecenderungan para pemimpin hari ini di Indonesia. Sehingga lagrdi menjadi trend yang menarik untuk dieujudkan sebagai pencitraan abadi untuk terus dikenang. Agar perilalu terburuk sekalipun terselimuti dengan rapi untuk tidak dijadikan persoalan. Karena itu, seluruh gagasan harus berujud nyata supaya dapat menjinakkan hati masyarakat. Artinya memang dari semua itu bisa berbanding terbalik dengan apa yang dimaksudkan oleh pengertian spiritual yang tak kasat mata, papar Joyo Yudhantoro.
Sedangkan Sri Eko Sriyanto Galgendu menambahkan dalam konteks kepemimpinan yang dewasa, seorang pemimpin khususnya bagi kaum lelaki, baru akan dapat mencapai tingkatan tertentu dengan cara berpikir yang diperoleh dari sosok seorang perempuan. Karena pelajaran yang tersulit untuk mempertangguh diri habya bisa diperoleh dari sosok seorang perempuan, seprrti yang diungkap Sultan Saladin dati Kedultanan Cirebon beberapa tahun silam, ikhwal ketangguhan dan kemampuan “Maha Dewa” yang dia lihat telah dimiliki Sri Eko.Sriyanto Galgendu, sehingga menjadi pantas dan patut mentandang gelar Pemimpin Spiritual Nusantara.
Agaknya, lantaran argumentasi itulah, pengertian secara filosofis untuk para Raja Nusantara yang dominan memiliki selir yang cukup banyak dapat dipahami sebagai bagian dari proses dan prosefur untuk kematangan diri sebagai pemimpin yang memiliki kakiber tangguh dan ampuh dalam menempa kedewasaan sikap yang bijak dan adil sebagai bagian dari kesaktiannta dalam pengertian yang luas.
Sikap bijak dan kesaktian umumnya yang dimiliki seorang Raja maupun Ratu dalam tradisi kerajaan meliputi berbagai dimensi yang tidak banyak dimiliki oleh setiap orang. Hingga semua itu mampu mensublimasikan simbolika filosofis dari sosok Eyang Semar yang menjadi idola dalam budaya Jawa, sebagai sosok yang selalu berpikir tentang kepetingan babgsa dan negara. “Sosok Semar tidak oernah berpikir bisnis, apalagi berkhianat pada rakyat.
Pendek kata, mitos tentang Eyang Semar
bukan masalah renik pelik tentang duniawi yang selalu mengarah dan diorientasikan pada keuntungan materi, tetapi semata-mata untuk semua hal yang bersifat dan bernilai spiritual. Karena semua yang menjadi pemikirannya adalah hal-hal yang bersifat spiritualitas untuk mengasuh etika, moral dan akhlak mulia umatnya.
Pengakuan terhadap kebesaran tentang Sri Eko Sriyanto Galgendu –sebagai tokoh nasional dan Pemimpin Spiritual Nusantara — justru dapat dia peroleh dengan menapaki anak tangga selama 20 tahun berpuasa pala, suatu model dari puasa yang tidak boleh menikmati hasil dari apa yang sudah dilakukannya. Maka itu, rangkaian dari puasa pala itu telah mengiringi langkah tegarnya menapapi semua level tanpa menopang dan ditopang oleh pihak lain. Sehingga senua bentuk yang dia raih murni atas usaha sendiri yang dia dikakukan dengan gigih sejak dua puluh tahun silam, semasa masih bermuk di Solo.
Capaian yang telah diperoleh Sri Eko Sriyanto Galgendu, dia lakukan dengan konsisten memegang teguh wasiat Gus Dur bersama Paku Buwono XII yang menitipkan GMRI ( Gerakan Moral Rekonsiliasi Infonesia) dengan membentuk Forum Lintas Agama, Forum Negarawan dan Forum Indonesia Damai bersama para tokoh agama yang ada di Indonesia yang ditopang oleh media massa yang mempertegas posisi dirinya sebagai pelaku, perintis sekaligus motor penggerak dari berbagai kelompok yang menarih kepedulian terhadap bangsa dan negara Indonesia.
Forum Negarawan yang mewadahi para jendral dari ketiga matra angkatan dan kepolisian serta para cerdik pandai dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi, sedangkan Forum Lintas Agama mewadahi semua pemuka agama untuk memberi petunjuk dan arahan bagi masing-masing umatnya, sementara Forum Indonesia Damai fokus untuk memberi masukan untum membangun bangsa dan negara dalam tata kelola yang selarad dengan UUD 1945 yang asli dan falsafah bangsa dan ideologi negara, yaitu Pancasila.
Karena itu wajar dia miliki bila Sri Eko Droysnto Galgendu memiliki jaringan yang cukuo luas, mulai dari lingkungan keraton setta raja dan ratu di Nusantara hingga aktivis dan pengurus organisasi pengusaha hotel dan restauran serta komunitas pengusaha kuliner malam seperti yang sedang diadihnya dengan tekun dan gigih untuk menjadikan kawasan Jalan Juanda, Jakarta Pusat menjadi pusat kuliner malam untuk mengukuhkan Ibu Kota Jalarta sebagai kota bisnis berklas internasional.
Acara ngobrol santai rutin setiap Kamis dan Senin bersama sahabat dan kerabat GMRI berlangsung hingga malam seusai menyantap Bakmi Godok Jowo racikan khas Wowok Prastowo yang makin banyak penyukanya dari kalangan kawula muda yang ingin menikmati suasana malam dari pojok Istana Negara Jakarta.
Pecenongan, 14 November 2024 Spiritual dan Kuliner Malam Untuk Jakarta Agar Menjadi Kota Bisnis Internadional
Kebesaran seorang pemimpin pada jaman now memang harus ditandai oleh prasasti bukan lagi prestasi yang tidak nyata manfaatnya bagi masyarakat. Demikian ungkap Joyo Yudhantoro saat mengawali acara diskusi rutin setiap Kamis – Senin di Sekretariat GMRI (Gerakan Rekonsiliasi Indonesia) Jl. Ir.H. Juanda No. 4 A Jakarta Pusat, 14 November 2024. Menyusul kemudian Prof. Yudhie Haryono dan Herman Medan, sehingga diskusi semakin melebar dan meluas hingga terkesan meliputi delapan penjuru angin.
Topik tentang prasasti tersaanding dengan ptestasi telah menjadi pilihan dari kegandrungan serta kecenderungan para pemimpin hari ini di Indonesia. Sehingga lagrdi menjadi trend yang menarik untuk dieujudkan sebagai pencitraan abadi untuk terus dikenang. Agar perilalu terburuk sekalipun terselimuti dengan rapi untuk tidak dijadikan persoalan. Karena itu, seluruh gagasan harus berujud nyata supaya dapat menjinakkan hati masyarakat. Artinya memang dari semua itu bisa berbanding terbalik dengan apa yang dimaksudkan oleh pengertian spiritual yang tak kasat mata, papar Joyo Yudhantoro.
Sedangkan Sri Eko Sriyanto Galgendu menambahkan dalam konteks kepemimpinan yang dewasa, seorang pemimpin khususnya bagi kaum lelaki, baru akan dapat mencapai tingkatan tertentu dengan cara berpikir yang diperoleh dari sosok seorang perempuan. Karena pelajaran yang tersulit untuk mempertangguh diri habya bisa diperoleh dari sosok seorang perempuan, seprrti yang diungkap Sultan Saladin dati Kedultanan Cirebon beberapa tahun silam, ikhwal ketangguhan dan kemampuan “Maha Dewa” yang dia lihat telah dimiliki Sri Eko.Sriyanto Galgendu, sehingga menjadi pantas dan patut mentandang gelar Pemimpin Spiritual Nusantara.
Agaknya, lantaran argumentasi itulah, pengertian secara filosofis untuk para Raja Nusantara yang dominan memiliki selir yang cukup banyak dapat dipahami sebagai bagian dari proses dan prosefur untuk kematangan diri sebagai pemimpin yang memiliki kakiber tangguh dan ampuh dalam menempa kedewasaan sikap yang bijak dan adil sebagai bagian dari kesaktiannta dalam pengertian yang luas.
Sikap bijak dan kesaktian umumnya yang dimiliki seorang Raja maupun Ratu dalam tradisi kerajaan meliputi berbagai dimensi yang tidak banyak dimiliki oleh setiap orang. Hingga semua itu mampu mensublimasikan simbolika filosofis dari sosok Eyang Semar yang menjadi idola dalam budaya Jawa, sebagai sosok yang selalu berpikir tentang kepetingan babgsa dan negara. “Sosok Semar tidak oernah berpikir bisnis, apalagi berkhianat pada rakyat.
Pendek kata, mitos tentang Eyang Semar
bukan masalah renik pelik tentang duniawi yang selalu mengarah dan diorientasikan pada keuntungan materi, tetapi semata-mata untuk semua hal yang bersifat dan bernilai spiritual. Karena semua yang menjadi pemikirannya adalah hal-hal yang bersifat spiritualitas untuk mengasuh etika, moral dan akhlak mulia umatnya.
Pengakuan terhadap kebesaran tentang Sri Eko Sriyanto Galgendu –sebagai tokoh nasional dan Pemimpin Spiritual Nusantara — justru dapat dia peroleh dengan menapaki anak tangga selama 20 tahun berpuasa pala, suatu model dari puasa yang tidak boleh menikmati hasil dari apa yang sudah dilakukannya. Maka itu, rangkaian dari puasa pala itu telah mengiringi langkah tegarnya menapapi semua level tanpa menopang dan ditopang oleh pihak lain. Sehingga senua bentuk yang dia raih murni atas usaha sendiri yang dia dikakukan dengan gigih sejak dua puluh tahun silam, semasa masih bermuk di Solo.
Capaian yang telah diperoleh Sri Eko Sriyanto Galgendu, dia lakukan dengan konsisten memegang teguh wasiat Gus Dur bersama Paku Buwono XII yang menitipkan GMRI ( Gerakan Moral Rekonsiliasi Infonesia) dengan membentuk Forum Lintas Agama, Forum Negarawan dan Forum Indonesia Damai bersama para tokoh agama yang ada di Indonesia yang ditopang oleh media massa yang mempertegas posisi dirinya sebagai pelaku, perintis sekaligus motor penggerak dari berbagai kelompok yang menarih kepedulian terhadap bangsa dan negara Indonesia.
Forum Negarawan yang mewadahi para jendral dari ketiga matra angkatan dan kepolisian serta para cerdik pandai dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi, sedangkan Forum Lintas Agama mewadahi semua pemuka agama untuk memberi petunjuk dan arahan bagi masing-masing umatnya, sementara Forum Indonesia Damai fokus untuk memberi masukan untum membangun bangsa dan negara dalam tata kelola yang selarad dengan UUD 1945 yang asli dan falsafah bangsa dan ideologi negara, yaitu Pancasila.
Karena itu wajar dia miliki bila Sri Eko Droysnto Galgendu memiliki jaringan yang cukuo luas, mulai dari lingkungan keraton setta raja dan ratu di Nusantara hingga aktivis dan pengurus organisasi pengusaha hotel dan restauran serta komunitas pengusaha kuliner malam seperti yang sedang diadihnya dengan tekun dan gigih untuk menjadikan kawasan Jalan Juanda, Jakarta Pusat menjadi pusat kuliner malam untuk mengukuhkan Ibu Kota Jalarta sebagai kota bisnis berklas internasional.
Acara ngobrol santai rutin setiap Kamis dan Senin bersama sahabat dan kerabat GMRI berlangsung hingga malam seusai menyantap Bakmi Godok Jowo racikan khas Wowok Prastowo yang makin banyak penyukanya dari kalangan kawula muda yang ingin menikmati suasana malam dari pojok Istana Negara Jakarta.
Pecenongan, 14 November 2024