Mediacakrabuana.id
“Pemimpin Spiritual Nusantara, Sri Eko Sriyanto Galgendu akan menghadirkan kembali doa-doa dalam bahasa Tanah yang telah terlupakan. Demikian dia ungkapkan dalam dialog terbatas, Senin, 26 September 2024 di Sekretariat GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) Jl. Ir.H Juanda No. 4 A, Jakarta Pusat.
Kearifan spiritual bangsa Nusantara mampu menghadirkan suasana yang sejuk dan damai bagi bangsa Indonesia yang tengah dilanda kesulitan ekonomi yang parah.
Bahasa tanah perlu dikembangkan untuk memberi kekuatan doa yang telah dianugerahkan oleh Tuhan untuk makhluk seisi bumi sebagai wujud cinta dan kasih serta sayangnya yang tiada bagi manusia. Bahasa tanah sendiri, ungkapnya lebih tua dari bahasa daerah dan murni berasal dari kalbu manusia dengan latar belakang kehidupan asalnya.Bahasa tanah itu lebih tua dari bahasa daerah dan murni berasal dari kalbu manusia dengan latar belakang kehidupan asalnya.
Sebagai pemimpin Spiritual Nusantara, Sri Eko Sriyanto Galgendu merasa memiliki tanggung jawab untuk dapat menghadirkan kembali doa-doa bangsa Nusantara yang otentik disebut dalam bahasa tanah. “Masing-masing suku bangsa Nusantara memiliki doa dalam bahas tanah ini, katanya meyakinkan. Karena sebelum manusia mengenal berbagai doa yang dalam bahasa lain, termasuk bahas daerah asalnya, bahasa tanah sudah ada sejak awal peradaban manusia dimulai.
Catatan sejarah masyarakat Maluku mengakui bahwa bahasa Indonesia dan bahasa daerah serta bahas lainnya berbasis pada bahasa tanah. Realitas dari bahasa tanah ini memang cukup berbeda dengan bahasa daerah atau yang acap juga disebut bahasa suku bangsa setempat, atau bahasa etnik. Dan bahasa daerah ini pun berbeda dengan bahas nasional (Indonesia).
Adapun bahasa tanah sendiri pada umumnya hanya digunakan saat melakukan upacara adat, pelantikan raja hingga upacara mencuci negeri. Bahkan untuk penuturan tertentu, sumpah, pembacaan mantra hingga usaha menyembuhkan orang yang sakit, dibacakan doa dalam bahasa tanah
Dari berbagai acuan kepustakaan, bahasa tanah merupakan satu kesatuan dengan bahasa daerah. Bahkan, bahasa tanah dapat dikatakan semacam ragam bahasa dalam bahasa daerah. Meski kandungan nilainya sangat sakral dan magis.
Bahasa tanah bukan merupakan kosakata umum yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Bahas tanah merupakan kosakata dan kalimat khusus yang digunakan secara turun temurun oleh masyarakat adat setempat.
Syahdan, dalam etimologi kata tanah sendiri dalam bahasa Inggris adalah soil yang merujuk pada bahasa Perancis kuno sebagai turunan dari bahasa latin, yaitu Solum, atau dasar. Sehingga secara etimologi dapat dipahami sebagai dasar. Bagi umumnya suku bangsa Nusantara, bahasa tanah memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan bernilai sakral dibanding bahasa ibu sekalipun. Tanah merupakan perlambang sakralitas dan keaslian yang otentik. Maka itu dalam adat istiadat, bahasa tanah dominan digunakan untuk menjadi sarana pengungkap beragam makna yang dianggap tidak bijak untuk diucapkan secara fulgar dalam ekspresi apapun.
Kesadaran selaku Pemimpin Spiritual Nusantata, Sri Eko Sriyanto Galgendu merasa terpanggil untuk menghadirkan kembali doa-doa dengan bahas tanah sebagai peninggalan tertua dari para leluhur suku bangsa Nusantara yang beragam dan kaya akan kandungan makna spiritualnya yang sakral. Karena itu, acara doa kearifan bersama segenap suku bangsa Nusantara dan pemuka agama dalam bahasa tanah ini diharap dapat segera terlaksana sebelum GMRI melakukan Anjang sana ke berbagai manca negara untuk sosialisasi pertemuan perdamaian dan persaudaraan antar bangsa lintas agama se dunia di Indonesia yang telah runtut dipersiapkan GMRI sejak awal tahun 2024.
Dari acara doa kearifan suku bangsa dan bersama tokoh agama di Indonesia ini, diharap dapat menjadi bagian dari landasan kebangkitan dan kesadaran serta pemahaman spiritual untuk menjadi landasan berpikir, bertindak dan bersikap untuk menyikapi peradaban dunia modern yang semakin jauh dari etika, moral dan akhlak manusia yang mulia sebagai Khalifah Allah di bumi. Jadi, doa kearifan masyarakat adat dan tokoh agama bersama Pemimpin Spiritual Nusantara, diharap menandai pembuka lembaran baru peradaban manusia pada milenium abad ini.
Pecenongan, 26 September 2024