Oleh Jacob Ereste :
Cahaya terang benderang di jagat raya ini karena matahari dan rembulan yang diciptakan Tuhan, maka cahaya jiwa manusia itu bersifat nur (cahaya) yang berasal dari sifat kemuliaan Sang Maha Pencipta juga.
Maka hal-hal yang bersifat spiritual hanya milik Allah semata yang boleh dimanfaatkan bagi kemaslahatan untuk manusia. Meski sangat sedikit diantaranya yang bisa dimiliki oleh manusia untuk sekedar meniru saja sifat-sifat Tuhan agar dapat mendekatkan diri pada kemuliaan yang sepenuhnya milik Allah itu.
Keyakinan yang ada pun dalam kalbu tetap tak akan mampu dijangkau oleh akal manusia yang sangat terbatas. Apalagi hendak mengedepankan akal pikiran untuk menjangkau keberadaan Tuhan. Sebab kepongahan akal pikiran tak mungkin sejernih bersitan hati, termasuk kejujuran pada diri sendiri. maka itu, tipu daya terus terjadi akibat dari keyakinan masih berjarak atau bahkan menjauh dari sifat Allah.
Begitulah laku spiritual berproses, maju atau mundur dari keberadaan Tuhan yang harus menjadi tumpuan dari semua sikap dan sifat hingga maujud dalam perbuatan yang nyata.
Tipu daya dan kebohongan hingga perbuatan buruk yang tidak selaras dengan sifat dan sikap khalifatullah di muka bumi, adalah pengingkaran pada kuasa dan kasih serta sifat penyayang dari Tuhan Yang Maha Agung. Maha Pencipta untuk semua makhluk dan alam semesta.
Karenanya, azab terburuk jadi ganjaran yang tak kuasa dihindari oleh manusia sekuat dan sekuasa apapun. Sebab segenap apa yang ditanam akan memberi buah sesuai dengan fitrah dari Allah yang tak mungkin bisa dibantah. Semua yang tersemai di taman maupun di ladang kehidupan yang telah dilakukan, pasti akan kita petik, sekarang atau besok itu hanya masalah waktu.
Yang lebih celaka, ganjaran atau azabnya akan menurun pada anak dan cucu. Seperti kejadian atau peristiwa tragis yang tidak pernah mampu diduga sebelumnya, persis seperti ajal menjemput yang muncul saat kapanpun.
Bisa saja dalam kekuasaan dan kesewenang-wenanganmu sekarang ini, surga pun seakan telah kau kavling untuk anak dan cucumu, seperti membagi kekuasan hingga tak tersisa sedikutpun bagi yang lain, hingga hak pribadi rakyat pun kau gadaikan pada rentenir yang tamak dan rakus.
Karena kau dan kroni-kronimu — apalagi bagi mereka yang telah memperbudak dirimu — tak pernah percaya bahwa semua bentuk maupun ujud yang kau warisankan — hanya akan menimbulkan bencana atau bahkan prahara saja yang pasti akan kau nikmati juga.
Mingkin tak sekarang, karena mungkin besok atau lusa. Bahkan mungkin saat sebelum kau benar-benar ditelan bumi.
Banten, 13 Juli 2022