Mediacakrabuana.id
Mentang juara itu memang hanya milik para petarung yang tak pasti menang, tapi tak cuma siap menjadi pemenang, tetapi juga menerima kekalahan dengan sepenuh hati serta perasaan yang tetap memperoleh kemenangan, meski tidak dalam bentuk yang dikomfetisikan dalam bentuk pertarungan seperti apapun.
Menerima kekalahan dengan perasaan tetap memperoleh kemenangan, senyatanya tidak segampang mempersiapkan diri untuk menjadi pemenang.
Padahal setelah menangpun sikap ugahari atau tendah hati perlu terus dijaga agar tidak menjadi kesombongan yang tidak perlu terjadi dalam bentuk apapun. Sama halnya dengan kegigihan berjuang untuk diri sendiri – apalagi untuk orang banyak – tidak patut menjadi kejumawahan. Biarlah untuk mereka yang masih tetap menganggapnya penting dan perlu, sebab yang utama bsgi seorang pejuang sejati adalah melakukan apa yang dibisikkan hati nuraninya untuk terus berbuat sebaik mungkin demi dan untuk kepentingan orang banyak.
Jadi perilaku egosentrisitas dan sikap individualistik tak memiliki tempat untuk dimanjakan pada celah hati yang tersisa sekalipun. Sebab egosentisitas dan sikap individualistik harus dijaga seperti hewan ternak yang harus patuh dan taat pada rentang kendali sejauh apapun.
Ibarat diri yang tersandera dalam politik maupun ekonomi akibat keculasan perilaku yang berada diluar kontrol, seyogyanya harus dan patut dihadapi secara jentelmen, karena sikap kesatria semacam itu merupakan standar penakar dari keimanan yang mencerminkan ketangguhan dari keyakinan terhadap Tuhan. Meski perilaku culas yang dilakukan itu — yang membuat diri jadi tersandera secara politik maupun dalam bentuk ekomomi, memang harus ditanggung konsekuensinya dalam bentuk apapun. Bila tidak, itulah jiwa pecundang yang sesungguhnya, tidak tahu diri, tidak bertanggung jawab, dan tidak memiliki sedikitpun mental juara.
Sungguh tragis, seorang petarung yang tidak memiliki mental juara, memang patut menyerah sebelum bertanding. Lain cerita heroisme peserta IFC (international Fight Champion) yang sudah terpiting pun tetap enggan untuk menyerah. Sehingga wasit yang bijak dipaksa untuk menghentikan pertandingan yang disasari oleh segenap penggemat IFC itu pertaruhannya bisa berujung pada kematian. Toh, semua orang sangat paham, bahwa kematian yang sesungguhnya hanya akan sekali oleh setiap orang.
Paseban, 12 Agustus 2024