Oleh,Jacob Ereste
Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun 2023 yang telah diteken Joko Widodo pada 6 Maret 2023 lebih buruk dari hukum kolonial, kata Dewi dari Konsorsium Pembaruan Agraria seperti yang dia tuturkan kepada Tempo, 14 Maret 2023). Karena melalui PP itu menutut Dewi memberi konsesi Hak Guna Usaha (HGU) 190 tahun dan Hak Guna Bangunan (HGB) serta Hak Pakai (HP) bisa sampai 160 tahun bagi investor di Ibu Kota Negara (IKN) Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Artinya, tenggang waktu sepanjang itu bisa mencapai lima generasi ke depan, bila antara generasi yang berkuasa di kawasan IKN itu rata-rata 30 tahun usianya.
Dibanding dengan Agrarische Wet (1870) yang digunakan Kolonial sebelum abad 19, PP No. 12 Tahun 2023 jauh lebih buruk. Karena pada masa kolonial dahulu hanya memberi konsesi tidak lebih dari 75 tahun. UU Agrarische Wet Tahun 1870 itu telah dicabut sejak UU Pokok Agraria 1960 diberlakukan. Dalam usaha landreform jelas bertujuan untuk memulihkan sistem agraria yang dirampas dan dikuasai oleh pemerintahan kolonial.
Karena itu, setelah 78 tahun Indonesia merdeka, sistem agraria di Indonesia justru jauh tersuruk ke belakang, lebih buruk dari masa pemerintahan Orde Lama.
Ironisnya menurut Dewi mewskili KPA, pada era reformasi justru UU Pokok Agraria dikhianati dengan melahirkan peraturan yang jauh lebih buruk dan lebih jahat dibanding dengan kebijakan produk kolonial, hanya demi IKN agar dapat dilirik dan laku menarik investor mau datang dengan modalnya.
PP No. 12 Tahun 2023 ini jelas hanya demi dan untuk IKN yang melabrak UU Pokok Agraria, karena dalam PP No. 12 Tahun 2023 ini untuk Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman modal bagi pelaku usaha di Ibu Kota Negara (IKN), Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
Penegasan untuk HGU bisa itu mencapai 190 tahun seperti disebutkan dalam PP No. 12 Tahun 2023 bahwa dalam tenggang waktu 10 tahun sebelum HGU siklus pertama berakhir, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan pemberian kembali HGU untuk satu siklus tahap kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun sesuai dengan perjanjian pemanfaatan tanah yang digunakan sebelumnya.
Dalam Pasal 19 menyebutkan bahwa pada waktu HGB di atas HPL Otorita IKN diberikan paling lama 80 tahun melalui satu siklus pertama. Adapun tahapannya (1) pemberian hak paling lama 30 tahun, (2) perpanjangan hak paling lama 20 tahun, (3) pembaruan hak paling lama 30 tahun.
Pasal 20 PP No. 12 Tahun 2023 juga menerangkan jangka waktu Hak Pakai (HP) di atas HPL Otorita IKN diberikan paling lama 80 tahun melalu satu siklus pertama. Tapo dalam rincian peraturannya (1) pemberian hak paling lama 30 tahun, (2) perpanjangan hak paling lama 20 tahun, (3) pembaruan hak paling lama 30 tahun. Namun untuk jangka waktu pemberian hak pakai untuk siklus pertama yang akan berakhir, maka hak pakai dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua apabila sudah diperjanjikan sebelumnya.
Tentu saja, semua peminat yang ingin menggunakan hak pakai bisa kembali menikmati siklus kedua atau bahkan berikutnya, hingga tak ubah seperti telah menjadi hak milik. Setidaknya, seperti dalam HGU yang bisa mencapai hampir dua abad itu (190 tahun), pasti akan menimbulkan banyak masalah, setidaknya saat peralihan dari satu generasi ke generasi berikutnya — ksrens bisa mencapai lima generasi — maka potensi akan menimbulkan banyak masalah (sengketa) akibat peralihan pemakai atau penggunanya kelak dikemudian hari sangat riskan.
Masalah pertanahan ini sama krusialnya dengan potensi konflik yang akan muncul akibat nilai hutang negara yang terus membengkak jumlahnya, hingga kelak dalam upaya penyelesaiannya bisa menimbulkan banyak ragam sengketa. Boleh jadi hak guna, hak usaha dan hak pakai tanah itu nanti akan menimbulkan konflik yang tidak kalah panjang, seperti hutang negara yang kelak mungkin tak menemukan cara untuk melunasinya.
Jakarta, 8 Agustus 2023