Fenomena Kebangkitan dan Kesadaran Spiritual Dari Kajian Konsepsi Dosa dan Pahala

Oleh:Jacob Ereste
Etik profetik itu yang dari sononya sudah bersifat universal — untuk semua manusia –menganjurkan agar semua orang mengamalkan dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Yaitu mencegah perbuatan buruk dan jelek serta wajib dan harus berbuat baik terhadap sesama manusia maupun dengan alam dan seisinya tanpa kecuali bagi nakhluk hidup lainnya di muka bumi ini.

Kewajiban dan keharusan bagi setiap manusia untuk mencegah tindak kejahatan, tidak berbuat buruk dan tidak membuat kerusakan di muka bumi — baik terhadap sesama manusia maupun terhadap alam raya dan segenap makhluk yang ada adalah bagian dari etik profetik yang berlaku universal, sebagaimana ajaran dan tuntunan agama langit. Karenanya, sanksi dari agama langit itu pun jika dipatuhi dan tidak ditaati adalah dosa.

Ikhwal dosa ini sendiri hanya mungkin dapat dipahami dan diyakini oleh manusia yang beragama dengan baik dan benar. Karena hanya keyakinan serta kepercayaan akan adanya Tuhan, maka pengertian dan keyakinan ajan adanya dosa. Demikian sebaliknya, keyakinan dan pemahaman terhadap pahala atas segala perbuatan yang baik itu dapat segera dipahami dan diyakini akan didapat oleh setiap orang yang taat melakukan dan mematuhinya.

Dalam konteks dosa dan pahala inilah spiritualitas bagi setiap orang — yang sejak lahir telah dianugrahi oleh Tuhan potensi spiritual — bisa dipahami dan diyakini adanya, dan setiap orang akan mendapat dosa atau pahala sesuai dengan perbuatannya.

Pada akhirnya, kesadaran dan pemahaman terhadap dosa dan pahala itu sesungguhnya dapat menghantar perjalanan spiritual setiap orang menemukan Tuhan dalam dirinya. Artinya, atas dasar kesadaran dan keyakinan kepada Tuhan, maka kepercayaan dan keyakinan terhadap dosa atau pahala yang akan didapatkan oleh setiap kita.

Meski begitu adanya, pada dasanya dosa dan pahala itu adalah konsep dari Tuhan yang tidak terbantah. Bahkan tidak mampu disanggah secara akademis sekalipun yang acap pongah mengabaikan laku spiritual. Sementara laku akademis sendiri tidak akan pernah mampu melampaui wilayah jelajah yang dapat dilakukan oleh spiritualitas.

Agaknya, atas dasar fenomena pada akhir ⁶belakangan ini adanya kecenderungan ramainya kaum intekektual dan akademisi berbondong-bondong memasuki wilayah spiritual, kata Sri Eko Sriyanto Galgendu, semakin meyakinkan dirinya bahwa keberhasilan dari upaya membangun gerakan kebangkitan spiritual sudah mulai menggelegak, tak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia.

Fenomena dari kebangkitan dan kedadaran spiritual ini, bagi Wali Spuritual Indonesia — seperti Sri Eko Sriyanto Galgendu yang selalu menyatakan dirinya adalah petugas para pemuka-pemuka agama, tampak tiada pernah letih bergerak dan mendobrak bersama segenap sahabat dan kerabat yang bergabung dengan GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) dan Posko Negarawan terus bergrilya membisikkan betapa perlunya kebangkitan spiritual dari Indonesia sekarang untuk memimpin dunia dalam peradaban yang baru.

Banten, 28 Januari 2023