Mediacakrabuana.id

Dahulu di kampung saya ada kisah seorang tukang kayu yang ingin meninggalkan warisan kursi terbaik untuk anaknya. Karena itu dia berupaya mencari kayu sendiri di hutan belantara untuk memilih sendiri sejumlah jenis kayu yang menjadi kesukaannya.

Alkisah, jadilah dia pengembara di hutan belantara yang banyak bertumbuhan pohon yang rindang dan lebat. Maka pilihannya pun dia putuskan untuk menebang sejumlah pohon pilihannya. Meski diantaranya tidak semua bisa berhasil dia lakukan. Tapi untuk pohon yang paling rindang ini sudah dia bulatkan tekad untuk dapat dibawa pulang.

Pohon rindang itu memang relatif berhasil dia tebang dengan cara dan teknik konvensional yang dia ciptakan sendiri, meskipun sesungguhnya dia tidak tidak pernah belajar secara khusus tentang teknik penebangan pohon, sekalipun dia tukang kayu yang telah cukup memiliki pengalaman. Tetapi teknik menebang kayu relatif sangat berbeda dengan teknik mengolah kayu agar dapat menjadi barang perabotan rumah tangga yang diperlukan.

Walhasil, kata nenek saya dulu berkisah. Pohon yang besar dan lebat itu mampu dia tumbangkannya. Meski mitos telah bertebar seantero jagat, bahwa pohon rindang yang besar itu ada makhluk penghuninya yang menjaganya dari gangguan yang akan merusaknya. Hingga kemudian, sehabis dia pangkas sampai bersih untuk kemudian dia seret pulang ke rumah, dia mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres merongrong ketenteraman hati dan pikirannya.

Di balik kisah pohon yang rindang itu, dia sangat paham pasti banyak penghuninya yang bermukim di situ dengan beragam karakter seperti dari semua jenis jin dan syetan yang ada di jagat hitam. Maka pada malam hari dia jadi meriang tidak karu-karuan menerpa seluruh tubuhnya yang sulit untuk dikatakan oleh seorang ahli perumus dari bidang keahlian apapun. Mimpinya pun sangat aneh dan mengerikan, sehingga dia sendiri enggan untuk menceritakan kepada orang lain, termasuk istrinya yang selalu bersatu selimut dengan dirinya yang mulai merapuh dan ringkih.

Kisah tukang kayu ini memang sempat terpenggal, karena nenek yang punya cerita ingin segera mengurus ladangnya yang mulai panen, kendati harga hasil panennya itu selalu anjlok saat panen raya tiba. Karena itu, konsentrasi sang nenek tentang cerita yang penuh kebijakan tadi itu untuk sementara waktu ditunda sampai dia kembali pulang ke rumah dan memiliki waktu luang yang cukup untuk melanjutkan ceritanya yang padat dengan sampiran dan sindiran, entah untuk siapa saja di negeri ini. Maka itu — sekedar dugaan belaka — sangat cerita ini juga sedang dia tujukan kepada diriku sendiri yang telah dia kagumi sebagai pemegang gelar master ilmu pertukangan, namun gagal memahami ilmu dan pengetahuan tentang seluk beluk menebang kayu. Hanya saja bedanya, sejejeran gelar akademis maupun keagamaan yang aku miliki tidak tertempel secara formal dalam biografi lengkap diriku sekalipun. Termasuk gelar kebangsawanan dari pihak ibu maupun dari ayah yang boleh aku gunakan manakala diperlukan untuk mempergagah diri agar mereka yang membacanya tidak main-main, atau menganggap enteng.

Singkat cerita sang nenek, sosok tukang kayu yang latah itu telah melakukan penebangan kayu di hutan tanpa ijin, dan cukup nekat tentang seluk beluk teknik menebang kayu secara baik dan benar. Termasuk dalam tata adat dan tradisi yang berlaku bagi penduduk setempat yang sangat menghargai lingkungan alam agar tidak diperlakukan semena-mena. Sebab hukum alam — untuk tidak menyebut hukum Tuhan — pasti berlaku dan akan memberi ganjaran yang setimpal, atau bahkan lebih berat dari apa yang telah kita perbuat dengan cara yang tidak senonoh.

Realitasnya tukang kayu itu menebang begitu saja pohon yang ada, tanpa pernah paham bahwa ada diantara pohon itu yang terlarang dan dapat mengakibatkan tulah. Atau semacam kesambet akibat dari penghuni pohon itu yang merasa terganggu habitatnya, sehingga melakukan semacam upaya perlawanan yang tidak pernah dia duga akan menyerang balik dirinya. Tentu saja kegaduhan lantas merebak ke seantero kampung hingga Pak Kadi dan pemuka masyarakat setempat merasa patut ambil sikap untuk ikutan meredakan keributan yang menjadi ancaman serius itu. Sebab kalau salah, bisa jadi akan menjadi ancaman bagi seluruh warga kampung, karena ulahnya telah mengarah pada pepatian atau pertumpahan darah yang sangat prinsip sifatnya.

Intinya, akhir dari cerita kecerobohan tukang kayu yang tamak dan rakus di kampung kami harus mengadakan upacara semacam ruat bumi, karena yang bakal ikut marah bukan saja makhluk bumi yang tidak kelihatan itu, tetapi juga jagat raya dan seisinya yang telah diperlakukan semena-mena akibat menebang kayu dilakukan dengan cara yang ceroboh dan gegabah, tanpa menimbang keseimbangan alam dan persetujuan makhluk yang ada disekitarnya.

Cerita yang tersimpan dalam tradisi bertutur leluhur kami ini, tiba-tiba jadi kembali populer setelah sekian lama dilupakan, lantaran masyarakat dibuat sibuk untuk menonton aksi dan unjuk rasa kaum buruh serta mahasiswa bersama para cerdik cendekia yang tumpah ruah di jalan raya menuju balai kota maupun gedung wakil rakyat yang sudah tidak lagi memiliki marwah dan legitimasi dari rakyat.

Aku merenung jauh, ingin melihat dan memahami makna dan relevansinya dari peristiwa masa lalu ini dengan apa yang terjadi pada hari ini. Banyak orang tampak sibuk mencari jalan untuk pulang, meski dia sendiri tidak yakin apakah dirinya sungguh memiliki rumah, seperti makhluk halus yang terganggu habitatnya di pohon besar yang ditebang oleh tukang kayu yang yang cuma paham tentang teknik pertukangan saja.

Begitulah kisah tukang kayu di kampung kami yang menunggu azab akibat culas menebang pohon di hutan larangan, mungkin pepohonan di hutan larangan itu adalah milik warga masyarakat adat yang dituahkan. Karena historis menang ditanam para leluhur pada beberapa abad silam.

Tugu Monas, Jalarta, 14 Oktober 2024

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here