Oleh:Jacob Ereste
Kesehatan itu tak hanya fisik,tapi juga psikis — yang sifatnya lebih beradab pada wilayah spiritual — tak terlihat secara fisik, namun sangat terasa secara faktual. Maka itu sifat dan sikap manusia acap kontradiktif dengan tampilan fisiknya.

Perilaku yang latah pun, merupakan model keganjilan yang tidak jamak dimiliki oleh orang kebanyakan. Seperti kegemaran ngemil sepanjang waktu — selama mata masih terbuka — seakan terbuka pula mata rasa yang lapar. Karena itu dalam laku spiritual melakukan puasa — dalam arti dan wujud yang beragam — menjadi semacam prasyarat awal untuk melakukan banyak hal yang lain yang sangat mungkin muskil dan tak masuk akal untuk dilakukan. Karena itu ada istilah tirakat, tafakur, perenungan hingga dalam bentuk meditasi — bila dianggap perlu dengan pilihan cara yang dianggap terbaik untuk dilakukan oleh diri sendiri.

Bagi seorang sufi yang taat berpegang pada ajaran dan tuntunan Islam, dia mampu menikmati sembayang lima waktu maupun sembahyang dalam maksud yang lain memiliki muatan meditasi yang justru lebih banyak memberi nilai tambah, sehingga dia mampu memaknai sholat wajib itu tak lagi sekedar kewajiban, tetapi merupakan suatu kebutuhan.

Kesehatan fisik yang banyak mendera banyak orang, sesungguhnya tidak lebih berat harus ditanggung oleh mereka yang didera oleh penyakit psikis itu serta akibat terusan bawaannya yang lebih gawat. Oleh sebab itu, olah spiritual — batin, rasa dan jiwa yang lebih bersifat pada di kedalaman hati — termasuk cara berpikir harus ditata sedemikian rupa, seperti mengaransir musik dan lagu agar selaras dan harmoni hingga indah dan nikmat untuk menenteramkan jiwa.

Karena itu, struktur pengorganisasian intelektualitas berada dalam otoritas spiritual sehingga harus patuh dan taat pada tata aturan spiritualitas. Jika tidak, maka pembangkangan yang terjadi akan menghasilkan keonaran dan kekacauan di dalam hati, jiwa serta insting yang negatif sifatnya. Jadi dalam tatanan hati, jiwa dan insting yang tidak harmoni inilah yang membuat penyimpangan psikososial dari kebanyakan orang yang loss kontrol, akibat abai dari laku spiritual yang wajib dan patut dipahami agar dapat dihayati guna diterapkan untuk keseimbangan batin yang sangat kuat mempunyai pengaruh pada jiwa dan raga.

Oleh sebab itu, olah raga, olah pikir dan olah batin — sebagai kecerdasan manusia sebagai makhluk Tuhan paling sempurna di bumi dapat maksimal didayagunakan, supaya sifat iblis dan setan serta binatang sebagai makhluk Tuhan yang lain tidak tersublimasi dalam batin dan jiwa kemanusiaan kita sebagai manusia fil ard. Maka itu, etik profetik — ajaran dan tuntunan para Nabi yang dibawa dari langit — perlu diketahui, dipahami dan dihayati untuk kemudian diimplementasikan dalam segenap gerak dan aktivitas kehidupan, sehingga sikap dan sifat kemuliaan manusia sebagai makhluk Tuhan makhluk ciptaan Tuhan tidak tertular oleh sikap dan sifat iblis, setan serta binatang yang jahil, rakus dan tamak, tidak menghargai harkat dan martabat manusia lainnya.

RS. Dharmais, 13 Juli 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here